Tiga Ganda Muda Indonesia Makin Bersinar

0
71
Selebrasi Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri usai menjuarai All England 2022. F. Badminton Photo
Selebrasi Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri usai menjuarai All England 2022. F. Badminton Photo

batampos – Pekan lalu, proses regenerasi di sektor ganda putra Indonesia menampakkan hasil yang sangat-sangat manis.

Puncaknya adalah dengan kejutan yang diciptakan ganda nomor 28 dunia Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri di All England 2022. Menjadi debutan, tidak diunggulkan, Bagas/Fikri mampu mengalahkan seeded nomor satu, dua, serta tiga, untuk menjadi juara turnamen bulu tangkis tertua di dunia tersebut.

Tim Pelatnas PP PBSI tampaknya sudah sangat serius dan amat fokus untuk mempersiapkan tiga ganda putra yakni Bagas/Fikri, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, dan Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Rambitan.

Tiga pasangan inilah yang bakal diproyeksikan sebagai kekuatan utama Indonesia di masa mendatang. Mereka dibentuk untuk melanjutkan prestasi-prestasi penting yang sudah banyak diukir oleh ganda nomor satu dan dua dunia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.

“Kemenangan Bagas/Fikri di All England itu, seperti bom yang tinggal menunggu waktu kapan meledaknya,” kata pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi kepada JawaPos.com (21/3).

Harry IP menambahkan bahwa ganda putra muda Indonesia memang dipersiapkan dengan semaksimal mungkin di All England 2022. Selain fisik dan teknik, mentalitas serta cara pandang juga menjadi perhatian yang serius.

Hal itu tampak ketika Bagas/Fikri berhadapan dengan juara dunia 2021 asal Jepang Takuro Hoki/Yugo Kobayashi pada perempat final. Saat itu, Bagas/Fikri sudah tertinggal 17-20 pada game ketiga. Namun, secara luar biasa, BakRi mencetak lima angka beruntun dan memenangkan pertandingan dengan skor 22-20 di game ketiga.

“Saya tanya ke mereka, bagaimana mereka bisa setenang itu? Mereka menjawab karena mereka ingin mencoba. Bukan menyerah dan pasrah dengan kondisi itu ya, tetapi nothing to lose, coba dulu satu-satu,” ucap Herry IP.

“Ternyata, saat kondisi 20-20, pemain Jepang yang panik. Itu kelihatan banget. Bagas/Fikri bisa konsisten, sedangkan Jepang yang turun,” tambahnya.

Sebelum ke All England, pada hari Sabtu (12/3), Herry IP mengumpulkan tiga ganda muda tersebut. Herry IP memberikan motivasi khusus dan berusaha membuka cara pandang mereka.

Menurut Herry IP, All England 2022 menjadi kesempatan dan panggung besar bagi mereka untuk unjuk gigi. Kalau mau menaikkan peringkat dan penghasilan, All England adalah tempat yang sangat pas.

Herry IP lantas bertanya kepada mereka, berapa sih kontrak yang mereka peroleh dari sponsor? Bagas/Fikri dan Leo/Daniel saat ini mendapatkan kontrak dari apparel olahraga dari Tiongkok, Li Ning. Sedangkan Pram/Yere bekerja sama dengan perusahaan asal Taiwan, Victor.

Kontrak ketiganya ternyata masih berada di bawah angka Rp 1 miliar per tahun. Relatif kecil jika dibandingkan dengan pasangan senior Indonesia lainnya.

“Jadi, jika ganda-ganda muda ini mau meningkatkan peringkat dan meningkatkan nilai kontrak, ya itu tergantung dari motivasi mereka sendiri. Jika mereka mau dilihat, dipandang, dihargai orang, mereka harus berprestasi. Tidak ada jalan lain,” ucap Herry IP.

Dari ketiga ganda ini, Herry IP masih belum bisa menjawab siapa yang akan cepat mencapai ranking top dunia. Katakanlah masuk 10 besar dunia. Momen ketiganya juga berbeda.

Leo/Daniel sempat tampil hebat dengan mencapai semifinal Thailand Open 2020 dan final Hylo Open 2021. Pram/Yere menjadi juara Spain Masters 2021 dan menembus turnamen puncak akhir tahun, BWF World Tour Finals 2021. Sedangkan Bagas/Fikri menjadi juara All England 2022.

“Mereka sama-sama menjalani proses. Tinggal progresnya seperti apa. Ada yang cepat, ada yang lambat, ada yang tidak bisa. Tergantung bagaimana pemainnya,” ucap Herry IP. “Jadi waktu yang akan menjawab di mana posisi mereka,” tambah pelatih dengan julukan Coach Naga Api tersebut.

Kalau Bagas/Fikri dkk sudah terus berproses, lantas bagaimana situasi yang dihadapi ganda nomor sembilan dunia Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto?

Herry IP menjawab bahwa sejatinya, level Fajar/Rian sudah disalip oleh tiga ganda muda tersebut. Bahkan, dia merasa bahwa setahun lalu, Fajar/Rian sudah tertinggal.

Secara ranking, kata Herry IP, Fajar/Rian memang masih di atas. Tetapi secara kemampuan, teknik permainan, dan prestasi dalam dua tahun terakhir, Fajar/Rian sejatinya telah disalip oleh para junior mereka.

Kondisi ini, nyaris sama dengan situasi yang dihadapi Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi. Mereka dipersiapkan untuk melanjutkan prestasi Hendra/Ahsan, tetapi pada akhirnya malah disalip oleh Marcus/Kevin.

“Mungkin ada tekanan dan pressure mental yang dihadapi Fajar/Rian. Mereka sudah sadar dengan kondisi ini. Terutama setelah dikalahkan Leo/Daniel di Thailand Open 2020. Saya sudah cukup kasih mereka kesempatan, saya juga sudah memberikan motivasi,” ucap Herry IP.

“Di Thomas Cup mereka cukup bagus, tetapi memang dari konsistensinya yang harus dibenahi. Mungkin kalau saya bilang, mereka agaknya nggak mau lebih dari ini,” kata Herry IP.

Mantan juara dunia, dua kali juara All England, dan pelatih legendaris ganda putra Indonesia Christian Hadinata mengatakan bahwa Fajar/Rian sejatinya memiliki potensi yang bagus.

Tetapi sayangnya, mereka masih belum bisa mengatasi faktor-faktor non-teknis. Fajar/Rian kerap gagal menang meski sempat unggul jauh. Mereka juga sering melakukan kesalahan-kesalahan sendiri dalam posisi kritis. Dan kondisi itu selalu saja berulang.

Apalagi, mereka kesulitan sekali mampu mengejar prestasi Hendra/Ahsan dan Marcus/Kevin.

“Mereka terlihat sekali terbebani. Banyak yang berharap kepada mereka. Kalau sekali main bagus, ya otomatis, tuntutannya harus main bagus terus. Motivasi inilah yang kayaknya mulai hilang dari mereka,” kata Christian kepada JawaPos.com.

“Dari dari sisi skill, saya kira mereka sudah bagus, jelas itu. Tetapi soal non-teknis, terlihat mereka belum mampu melewati banyak fase kritis,” tambah Christian.

“Kalau cepat puas dengan kondisi sekarang, ya lama-lama mereka akan hilang sendiri. Sayang, potensi mereka seharusnya bisa lebih dari sekarang. Mereka sudah ada di level atas,” lanjut Christian.

Penampilam puncak Fajar/Rian terjadi pada 2018 dan 2019. Mereka berhasil menembus final Asian Games 2018 dan menjadi juara Swiss Open 2019 dan Korea Open 2019.

Namun, setahun kemudian, mereka menurun. Fajar/Rian cuma mampu mencapai semifinal Malaysia Masters 2020, Indonesia Masters 2020, French Open 2021, dan Indonesia Masters 2021.

Selebihnya, Fajar/Rian banyak tumbang di babak-babak awal. Termasuk di babak kedua All England 2020, babak kedua German Open 2021, dan babak pertama All England 2022. (*)

Reporter: JPGroup

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini