Selasa, 8 Oktober 2024

Musim Ini Harus jadi Milik Liverpool Demi Kado Manis Perpisahan untuk Jurgen Klopp

Berita Terkait

Manajer Liverpool, Jurgen Klopp. (Reuters/Andrew Couldridge).

batampos – Di luar ajang Piala FA, Piala Liga dan Liga Europa, masih ada 17 pertandingan lagi yang akan dijalani Liverpool musim ini sebelum berpisah dengan salah satu pelatih terbaiknya, Jurgen Klopp. Pada 26 Januari, sehari setelah The Reds memastikan tiket final Piala Liga setelah menyingkirkan Fulham dengan agregat 3-2, Klopp menyatakan akan berhenti menjadi pelatih Liverpool, dikutip dari ANTARA.

Pertandingan klasik melawan Chelsea di Anfield dalam Liga Premier pada Kamis (31/1) dini hari esok pukul 2.45 WIB menjadi laga pertama Liverpool setelah Klopp menyatakan akan beristirahat menjadi pelatih setelah musim ini selesai.

Seperti halnya Bill Shankly pada 1974 dan Kenny Dalglish pada 1991, tak ada petunjuk jelas mengenai alasan Klopp mengundurkan diri. Yang pasti, ini bukan soal uang, pun bukan karena ada tawaran dari klub lain.

Menurut The Athletic, Klopp sudah lama ingin mengutarakan hal ini kepada publik. Dia sangat ingin memastikan semua staf, pemain, dan pendukung mendengarnya lebih dahulu, sebelum bocor ke media.

Klopp beranggapan orang-orang terdekatnya berhak mendapatkan kejelasan sehingga bisa bersiap menghadapi masa depannya masing-masing. Sungguh orang yang bertanggung jawab dan memuliakan sesama.

“Dalam kondisi ideal saya tak akan bicara apa-apa kepada siapa pun sampai musim berakhir. Menangkan segalanya, lalu ucapkan selamat tinggal, tapi itu mustahil karena tak akan ada yang memecat saya,” kata Klopp.

Ketika akhirnya menyampaikan keputusan mundur itu, dia meninggalkan jejak dan warisan luar biasa hebat di Liverpool.

Arsitek lapangan hijau berkepribadian kuat itu adalah manajer sepak bola terhebat dan pelatih paling karismatik Liverpool pada era modern sejak Bill Shankly.

Seperti Shankly, Klopp telah mendudukkan lagi Liverpool pada tempat semestinya dengan mengembalikan The Reds ke puncak sepak bola Inggris dan Eropa, sejak menggantikan Brendan Rodgers pada Oktober 2015.

Dia membawa timnya merengkuh lagi gelar juara liga pada 2020 setelah menunggu selama 30 tahun.

Dia mengantarkan Liverpool menjuarai Liga Champions keenam kalinya pada 2019, selain melewati dua final heroik kompetisi itu melawan Real Madrid pada 2018 dan 2022.

“Counter-pressing”

Dia tak hanya mentransformasi Liverpool, tapi juga telah merevolusi sepak bola elite dunia dengan ‘gegenpressing’ atau sepak bola menekan yang dia tempa sejak di Jerman.

Skuad yang dibentuk Klopp, termasuk tim yang saat ini mengarungi musim 2023-2024, memiliki semangat tinggi, luar biasa, dan tak kenal lelah. Akibatnya, Sepak bola “heavy-metal”-nya menebar ancaman di mana-mana.

Klopp merekrut pemain-pemain seperti Alisson Becker, Virgil van Dijk dan Fabinho, untuk menambal bolong Liverpool di lini belakang sehingga The Reds kuat dan solid untuk semakin menaikkan kepercayaan diri, fokus, dan daya ledak lini depannya.

Akibatnya, tim-tim berjungkalan di tangan Liverpool. Mereka melakukan pembalikan luar biasa hebat ketika membalikkan defisit 0-3 dari Barcelona dengan menang 4-0 dalam semifinal kedua Liga Champions pada 2019.

Dalam final, mereka mengakhiri petualangan Tottenham di Madrid. Setahun kemudian, dia sandingkan mahkota Eropa itu dengan trofi Piala FA, Piala Liga, Piala Dunia Klub dan kemudian Piala Super Eropa, ditambah Community Shield.

Kendati jarang mengendalikan penuh pertandingan seperti dilakukan tim asuhan Pep Guardiola di Manchester City yang menjadi rival terberatnya, Liverpool acap sama efektifnya dengan Manchester City.

Klopp percaya bahwa permainan balik menekan atau counter-pressing bisa menciptakan peluang gol yang lebih banyak dibandingkan dengan permainan terukur dengan merancang serangan dari bawah yang menjadi trademark Manchester City.

Duelnya sendiri dengan Guardiola adalah salah satu duel terhebat dalam sejarah sepak bola Inggris.

Mereka berdua tidak saja adu taktik, tapi juga mempertarungkan dua gaya dan dua kepribadian. Namun kedua pelatih terbaik di Liga Inggris ini saling menaruh hormat satu sama lain.

Klopp memang hanya sekali mengalahkan Guardiola dalam perebutan gelar juara liga, tapi dia membuat Liverpool finis hanya berselisih satu poin di bawah Manchester City pada musim 2018-2019 dan 2021-2022.​

“Saya merasa sebagian Man City kehilangan sesuatu. Kami tak bisa menegaskan era kami tanpa dia, tanpa Liverpool,” tulis Guardiola dalam The Guardian.

Merevolusi Inggris

Guardiola memahami keputusan Klopp karena dia juga pernah melakukannya saat mendadak mundur dari sepak bola ketika tengah berada di puncak prestasi bersama Barcelona.

Respek Guardiola kepada Klopp adalah total, mungkin karena sama-sama menganut filosofi sepak bola menyerang yang tak peduli siapa lawan dan dalam kondisi tim entah sedang unggul atau tertinggal. Juga karena revolusi dan kebaruan yang dibawa Klopp.

Seperti Sir Alex Ferguson yang kadang-kadang dibanding-bandingkan dengannya, Klopp memang berhasil membangun kembali tim yang sesuai citranya.

Skuad sama yang dia bangun sekarang tengah memuncaki klasemen setelah satu musim lalu finis peringkat kelima, gara-gara gelombang cedera yang menimpa pemain-pemainnya.

Cara dia membangun Liverpool adalah juga caranya merangsang kualitas permainan Liga Inggris. Dan hal ini diakui sejawat-sejawatnya di klub-klub lain, termasuk Manajer Tottenham Hotspur Ange Postecoglou.

Postecoglou menilai Klopp telah merevolusi sepak bola Inggris dengan cara membawa intensitas Liga Premier ke level baru.

“Dia adalah manajer yang menurut saya pantas disebut orang yang memberi dampak kepada kompetisi, bukan hanya kepada klubnya,” kata Postecoglou seperti dikutip ESPN.

Klopp, menurut Postecoglou, membuat Liverpool merangsang tim-tim lain tampil bagus. Gaya bermain yang dia suntikan di Liverpool pun ditiru oleh tim-tim lain.

Pelatih asal Jerman berusia 56 tahun itu juga memiliki etika dan prinsip moral yang tinggi. Dia bukan pemuja uang, pun bukan orang yang ingin timnya asal menang.

Dia bersumpah tak akan pernah melatih tim lain dalam liga yang sama, seperti dilakukan Guardiola, dan atlet-atlet hebat sepakbola seperti Lionel Messi, yang tak pernah tertarik membela tim yang menjadi lawan klub yang pernah dibelanya di liga yang sama.

Untuk inovasi, revolusi, pencerahan, etika, loyalitas, dan dedikasi yang dia berikan, Liverpool harus mendapatkan segalanya musim ini.

The Reds mesti menjuarai Liga Premier, Piala FA, Piala Liga di mana mereka menunggu final melawan Chelsea akhir bulan depan, dan Liga Europa, demi kado perpisahan istimewa untuk sang filsuf besar sepakbola. (*)

Sumber: JP Group

Update