batampos – Masih ada Hassan Sunny, kiper berusia 37 tahun, di skuad Singapura. Meski, di sisi lain, Indonesia juga diperkuat bek 36 tahun Victor Igbonefo.
Tapi, secara keseluruhan, dengan rata-rata usia pemainnya 27,6 tahun, Singapura adalah skuad tertua di Piala AFF tahun ini.
Sebaliknya, rata-rata usia Asnawi Mangkualam dkk adalah 23,8 tahun, termuda keempat dari semua kontestan ajang dua tahunan tersebut.
Artinya, saat kedua tim berduel di semifinal pertama di Stadion Nasional, Singapura, malam ini, ada beda generasi. Seperti juga ketika Garuda –julukan tim nasional Indonesia– bertarung melawan Malaysia di laga terakhir grup B (19/12).
Indonesia memenangi duel tersebut 4-1 lewat skema yang intinya mengajak lawan berlari sepanjang laga. Didominasi anak-anak muda berusia di bawah 25 tahun dari penjaga gawang sampai di depan gawang lawan, permainan cepat dengan intensitas tinggi Garuda membuat Harimau Malaya –julukan Malaysia– kocar-kacir. Indonesia mencatatkan 23 tembakan berbanding 7 di kubu lawan.
Baca Juga: Hadapi Singapura, Cukup Menguntungkan bagi Indonesia
Tapi, benarkah Shin Tae-yong (STY) yang selalu mengubah taktik dan komposisi pemain selama empat laga di fase grup kembali menerapkan skema serupa? Pelatih asal Korea Selatan (Korsel) itu, seperti biasa, tak menyinggung secara terperinci. Dia lebih memilih menyebut Singapura sebagai tim yang bagus. ’’Kami tak boleh lengah, bahkan satu persen pun,” tegas pelatih Korsel di Piala Dunia 2018 itu.
STY mendasarkan pujiannya pada penampilan The Lions –julukan Singapura– saat kalah 0-2 oleh Thailand dan rekaman video di pertandingan-pertandingan lain. Yang menjadi catatannya, dari tujuh gol The Lions, tiga gol lahir lewat sundulan dan empat lainnya melalui bola-bola mati.
Itu memperlihatkan ancaman Singapura melalui bola-bola atas. Mereka memang punya duet bek jangkung, Safuwan Baharudin, 181 cm, dan Irfan Fandi, 188 cm, yang kerap maju saat Singapura mendapatkan kesempatan bola mati.
Karena itu, sangat mungkin STY langsung menduetkan bek tengah, Fachrudin Aryanto-Elkan Baggott, sejak menit pertama. Dengan tinggi badan 194 cm, Baggott bisa menjadi penangkal yang pas bagi ancaman lawan dari udara.
Adapun Alfeandra Dewangga yang di laga sebelumnya berpartner dengan Fachrudin mungkin didorong ke depan. Bertandem dengan Rachmat Irianto sebagai double pivot pelindung pertahanan.
Yang paling penting adalah meminimalkan pelanggaran di area sendiri. Agar lawan tak punya kesempatan mengirim bola ke kotak penalti. Sebab, The Lions juga punya Ikhsan Fandi, adik Irfan sekaligus anak legenda Singapura Fandi Ahmad, seorang striker bertipe “fox in the box” yang garang di kotak penalti. Sudah sejak dua tahun lalu di Liga Norwegia. Dan, FK Jerv, klubnya sekarang, baru saja memastikan tiket promosi ke strata teratas.
“Kami hanya perlu mengeluarkan permainan terbaik kami. Kami hanya percaya pada konsep yang kami mainkan,” sebut Tatsuma Yoshida, pelatih Singapura asal Jepang.
Kalau benteng pertahanan bisa sedisiplin seperti di dua pertandingan terakhir, Garuda bisa berharap banyak. Sebab, kepada Irfan Jaya dan Witan Sulaeman yang didukung Pratama Arhan serta Asnawi di belakang mereka, Indonesia punya pelari-pelari cepat untuk mengobrak-abrik pertahanan lawan.
Apalagi jika kecepatan itu dikombinasikan dengan rotasi cepat, bola-bola bawah, serta umpan-umpan tusukan. Kombinasi itulah yang membuat Malaysia kewalahan.
“Saya pribadi merasa dari laga ke laga permainan kami semakin bagus,” kata Witan. “Yang terpenting, kami harus terus mendengarkan instruksi pelatih,” lanjutnya. (*)
Reporter: JPGroup