Rabu, 18 September 2024

Mengenal Sidang CAS yang Bakal Dijalani Kiper Timnas Indonesia Maarten Paes

Berita Terkait

Maarten Paes terpilih masuk dalam 30 pemain yang bakal tampil dalam skuad MLS All-Stars 2024. (Instagram/Maarten Paes)

batampos – Polemik mengenai kiper Maarten Paes yang belum bisa memperkuat Timnas Indonesia meski telah resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) terus bergulir. Penjaga gawang berusia 26 tahun ini masih terganjal regulasi FIFA 2022 yang menghalangi dirinya untuk langsung berkostum skuad Garuda.

Menurut Statuta FIFA, pemain yang pernah membela timnas kelompok umur suatu negara tidak bisa membela timnas negara lainnya. Maarten Paes, yang pernah membela Timnas U-21 Belanda di usia 22 tahun pada 2021, kini terhambat oleh aturan ini.

Hasani Abdulgani, mantan anggota eksekutif (Exco) PSSI, menjelaskan bahwa kasus Maarten Paes seharusnya melewati FIFA terlebih dahulu sebelum bisa dibawa ke Court of Arbitration for Sport (CAS) untuk disidangkan.

Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga, atau yang dikenal dengan nama Court of Arbitration for Sport (CAS), adalah institusi independen yang didirikan untuk menyelesaikan sengketa terkait olahraga melalui arbitrase.

Sejak pendiriannya, CAS telah menangani berbagai kasus yang melibatkan atlet, klub, dan federasi olahraga dari seluruh dunia.

Artikel ini akan mengulas sejarah CAS, proses sidang yang dijalankan, dan memberikan contoh kasus terkenal yang pernah ditangani oleh CAS.

CAS didirikan untuk memberikan platform yang adil dan netral dalam menyelesaikan sengketa olahraga.

Sebagai badan arbitrase independen, CAS bertujuan untuk memastikan integritas dan keadilan dalam dunia olahraga, sehingga berbagai sengketa dapat diselesaikan tanpa campur tangan dari pihak eksternal yang tidak berkepentingan.

Sejarah CAS

Dilansir dari WFW, CAS didirikan pada tahun 1984 oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk mengatasi meningkatnya jumlah sengketa dalam dunia olahraga.

Markas besar CAS berada di Lausanne, Swiss, dan memiliki beberapa kantor satelit di New York, Sydney, dan Abu Dhabi.

Pada awalnya, CAS dioperasikan di bawah pengawasan IOC, namun setelah kasus yang dikenal sebagai “Kasus Gundel” pada tahun 1994, CAS diubah menjadi entitas independen untuk memastikan netralitas dan keadilan.

Kasus Gundel melibatkan seorang pelatih berkuda yang menantang keputusan CAS di pengadilan Swiss, yang kemudian memutuskan bahwa CAS harus lebih independen dari IOC. Hal ini mendorong restrukturisasi CAS di bawah Pengadilan Internasional untuk Arbitrase dalam Olahraga (ICAS).

Proses Sidang di CAS

Proses sidang di CAS dimulai ketika salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa olahraga mengajukan permohonan arbitrase. Proses ini melibatkan beberapa tahap, antara lain:

Pengajuan Permohonan: Pihak yang merasa dirugikan mengajukan permohonan arbitrase ke CAS dengan menyertakan semua bukti dan argumen yang relevan.

Penunjukan Arbitrator: CAS menunjuk satu atau lebih arbitrator untuk menangani kasus tersebut. Arbitrator biasanya adalah ahli hukum olahraga atau profesional berpengalaman dalam bidang yang terkait.

Sidang Arbitrase: Sidang dilakukan dengan mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, memeriksa bukti, dan mengajukan pertanyaan kepada saksi-saksi yang relevan.

Keputusan Arbitrase: Setelah sidang selesai, arbitrator akan mempertimbangkan semua bukti dan argumen sebelum mengeluarkan keputusan. Keputusan ini bersifat final dan mengikat bagi semua pihak yang terlibat.

Contoh Kasus Terkenal di CAS

1. Kasus Maria Sharapova (2016)

Maria Sharapova, pemain tenis terkenal asal Rusia, dijatuhi sanksi oleh Federasi Tenis Internasional (ITF) setelah terbukti menggunakan meldonium, zat yang dilarang oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA). Sharapova mengajukan banding ke CAS, yang akhirnya mengurangi masa larangannya dari 24 bulan menjadi 15 bulan. CAS memutuskan bahwa Sharapova tidak sengaja melanggar aturan anti-doping.

2. Kasus Manchester City vs. UEFA (2020)

Manchester City dijatuhi larangan bermain di kompetisi Eropa selama dua musim oleh UEFA karena pelanggaran Financial Fair Play (FFP). Klub ini mengajukan banding ke CAS, yang kemudian membatalkan larangan tersebut dan hanya memberikan denda. CAS menemukan bahwa beberapa tuduhan tidak cukup kuat atau telah kadaluarsa.

3. Kasus Caster Semenya (2019)

Pelari asal Afrika Selatan, Caster Semenya, mengajukan banding ke CAS terhadap aturan IAAF yang mengharuskan atlet wanita dengan kadar testosteron tinggi untuk mengurangi level hormon mereka agar dapat berkompetisi dalam lomba lari jarak menengah. CAS memutuskan untuk mendukung aturan IAAF meskipun mengakui bahwa aturan tersebut diskriminatif, namun dianggap diperlukan untuk menjaga keadilan kompetisi. (*)

SourceJPGroup

Update