batampos – Musim kompetisi Liga Inggris 2023/2024 berakhir dengan catatan yang pahit bagi Manchester United. Di bawah arahan Pelatih Erik ten Hag, Man United mencatat empat rekor terburuk sepanjang era Liga Premier yang dimulai sejak musim 1992/1993.
Meskipun menutup musim dengan kemenangan 2-0 atas Brighton & Hove Albion, fakta-fakta tersebut menunjukkan betapa mengecewakannya perjalanan klub legendaris ini di kancah domestik.
Peringkat kedelapan dalam klasemen akhir Liga Inggris menjadi sorotan utama, karena ini adalah peringkat terburuk yang pernah dicapai oleh The Red Devils sepanjang sejarah klub.
Sejak kepergian Sir Alex Ferguson, kejayaan yang pernah mereka rasakan pada era 1990-an hingga 2000-an mulai meredup. Namun, finis di peringkat kedelapan pada musim ini menandai titik terendah yang pernah mereka capai dalam sejarah modern sepak bola Inggris.
Selain peringkat akhir yang memalukan, catatan minor lain juga mencoreng prestasi Manchester United. Dengan jumlah kekalahan mencapai 14 kali, mereka harus menelan pil pahit dalam banyak pertandingan.
Kondisi bertambah buruk dengan jumlah kebobolan yang mencapai 58 gol, sebuah angka yang membuat mereka mencatat rekor terburuk dalam hal kebobolan sepanjang sejarah Liga Premier.
Ketidakmampuan untuk menjaga gawang tetap aman juga tercermin dari selisih gol mereka yang mencapai minus satu (-1). Hal ini menjadi sorotan karena baru sekali dalam era Liga Premier, mereka mengalami selisih gol negatif. Kembali ke musim 1989/1990, sebelum era Liga Premier dimulai, mereka pernah mengalami kondisi yang sama.
Dalam kontras yang mencolok, rival sekota mereka, Manchester City, menikmati kejayaan. Dengan memenangkan empat gelar beruntun dalam beberapa musim terakhir, Man City telah menjadi kekuatan dominan dalam sepak bola Inggris. Mereka mengukir prestasi yang membanggakan di panggung domestik dan Eropa, sementara Man United terpuruk dalam kesulitan dan ketidakpastian.
Meskipun demikian, Manchester United masih memiliki satu kesempatan untuk mengakhiri musim dengan sedikit kebanggaan. Mereka akan bermain dalam laga final Piala FA, di mana kemenangan tidak hanya akan menghadirkan gelar, tetapi juga menjamin tiket ke Liga Europa. Meskipun demikian, kekalahan dalam final hanya akan menambah daftar kekecewaan bagi para penggemar setia Manchester United.
Bagi para penggemar dan pengamat sepak bola, kontras antara kisah sukses Manchester City dan kegagalan Manchester United menjadi bahan perbincangan yang menarik. Perjalanan kedua klub ini memberikan gambaran yang jelas tentang betapa cepatnya dinamika sepak bola bisa berubah.
Dari penguasaan sepak bola Inggris oleh Manchester United pada era sebelumnya, hingga dominasi Man City yang tak terbendung saat ini, perjalanan dua klub ini mencerminkan evolusi dan transformasi dalam olahraga yang begitu dinamis ini.
Sementara itu, bagi Manchester United, perlu ada refleksi mendalam dan langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan di masa depan. Kembalinya ke jalan kejayaan bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan kepemimpinan yang tepat, komitmen yang kuat, dan rencana yang jelas, Manchester United masih memiliki potensi untuk bangkit kembali dan meraih kesuksesan di level tertinggi.
Bagi para penggemar setia, masa-masa sulit seperti ini mungkin menjadi ujian kesetiaan dan kepercayaan. Namun, sebagai salah satu klub terbesar dalam sejarah sepak bola, Man United telah membuktikan kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan sebelumnya. Dengan semangat yang sama, harapan akan kebangkitan kembali tetap menyala di hati para penggemar setia Manchester United. (*)