Ada satu nama berbau Indonesia dalam daftar susunan pemain (DSP) timnas Timor Leste. Terutama dalam deretan nama ofisialnya. Di antara nama-nama berbau Portugis – Amerika Latin lainnya, terselip nama yang njawani; Susilo. Siapa dia?
FARID S. MAULANA, Gianyar
Susilo sulit mengungkapkan perasaannya ketika Gali da Costa Freitas mencetak gol pada menit ke-35 ke gawang timnas Indonesia (27/1). Dia senang andalan timnas Timor Leste itu mencetak gol untuk mengungguli Indonesia pada FIFA Matchday di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.
Di sisi lain, dia sedih karena negaranya terancam kalah melawan tim yang levelnya jauh di bawah. ’’Ya selalu seperti ini kalau lawan Indonesia. Galau,’’ jelasnya, lantas tersenyum kepada Jawa Pos seusai pertandingan. ’’Jadi, mencoba biasa dan profesional saja,’’ lanjutnya.
Pria asli Jogjakarta itu sudah enam tahun bekerja di timnas Timor Leste. Selama enam tahun, dia mencurahkan seluruh kemampuan dan ilmunya soal penanganan cedera yang baik dan benar. Sebelumnya, Timor Leste tidak pernah mengenal kata fisioterapi dalam sepak bola.
Karier Susilo di Timor Leste berawal pada 2015. Saat itu dia diajak eks pelatih Andi Susanto ke Timor Leste. Bergabung dengan klub milik Xanana Gusmao, Atletico do Ultramar FC. ’’Sama coach Andi sempat sama-sama di Sriwijaya FC dan timnas,’’ bebernya.
Tanpa ragu, Susilo mengiyakan ajakan coach Andi. Harapannya, dia mendapatkan suasana dan pengalaman baru. ’’Tapi, ketika di sana, saya kaget. Sepak bola di Timor Leste tidak ada yang tahu soal bahasa fisioterapi,’’ bebernya.
Alat-alat fisioterapi yang biasanya wajib dimiliki tiap klub pun tidak ada. Susilo mengaku sempat kesulitan di awal kariernya. ’’Di liganya saat itu pakai tukang urut dan dukun. Kalau ada yang cedera dikasih jampi-jampi dan ramuan-ramuan,’’ kenangnya.
Sebulan bergabung dengan Atletico do Ultramar FC, bersama coach Andi, dia dikontrak timnas Timor Leste. Di sinilah pengalaman dan ilmu Susilo menjadi fisioterapis mulai bisa dibagi dan ditularkan ke sepak bola Timor Leste. ’’Gajinya saat itu sangat kecil. Tapi okelah, untuk karier juga,’’ tambahnya.
Bersama Timor Leste, beberapa ajang internasional sudah diikutinya. Tentu momen yang paling diingatnya adalah keributan antara pemain timnas Indonesia dan Timor Leste pada Piala AFF U-18 2018.
Saat itu Susilo menjadi salah satu orang yang mendamaikan pertengkaran pemain. ’’Ya saya hampiri coach Fakhri, saya peluk beliau dan minta maaf,’’ ucapnya.
Susilo mengatakan, sepak bola di Timor Leste masih jauh tertinggal dibandingkan Indonesia. Di timnasnya saja, alat-alat fisioterapis tidak didukung penuh.
’’Aku di sini all in ya. Aku bantu kitman, dokter. Kadang juga menyuntik, pasang infus. Apa saja karena memang SDM-nya terbatas,’’ jelasnya.
Dia berharap ke depan ada orang Timor Leste asli yang mengerti soal fisioterapi. ’’Saya tidak mungkin terus karena faktor umur. Sekarang sudah 45 tahun,’’ ucap alumnus UGM tersebut. (*)