batampos – Nama Imane Khelif tiba-tiba mencuat dan menjadi viral di media sosial usai kemenangannya yang kontroversial di Olimpiade 2024. Petinju wanita asal Aljazair ini menarik perhatian publik bukan hanya karena prestasinya di ring, tetapi juga karena isu sensitif terkait identitas gendernya.
Dalam pertarungan penyisihan tinju kategori wanita, Khelif berhasil mengalahkan lawannya dari Italia, Angela Carini, pada Kamis, 1 Agustus 2024, hanya dalam waktu 46 detik. Namun, di balik kemenangan tersebut, terdapat kontroversi yang memicu perdebatan luas.
Imane Khelif, yang lahir pada 2 Mei 1999, adalah seorang petinju amatir yang mewakili Aljazair. Pada usia 25 tahun, dia sudah meraih berbagai pengalaman dalam ajang kompetisi internasional, termasuk mewakili Aljazair di Olimpiade Tokyo 2020 dan Olimpiade Paris 2024.
Khelif tumbuh di Tiaret, sebuah desa pedesaan di Aljazair barat laut. Awalnya, dia lebih tertarik pada sepak bola sebelum akhirnya beralih ke tinju.
Dalam perjalanan kariernya, Khelif harus menempuh perjalanan jauh ke desa tetangga untuk mengikuti sesi pelatihan, bahkan menjual besi tua untuk membayar ongkos bus. Dedikasi dan pengorbanannya dalam mengejar impian sebagai petinju profesional sangatlah besar, meskipun harus menghadapi ketidaksetujuan dari ayahnya yang merasa tinju bukanlah olahraga untuk perempuan.
Perjalanan karier tinju Khelif dimulai pada Kejuaraan Tinju Wanita Dunia AIBA 2018 di New Delhi, di mana dia berpartisipasi untuk pertama kalinya. Sayangnya, pada ajang tersebut dia hanya mampu berada di peringkat ke-17 setelah tersingkir di babak pertama. Namun, pengalaman itu tidak menyurutkan semangatnya.
Khelif terus berjuang dan kembali tampil di Kejuaraan Tinju Dunia Wanita AIBA 2019 di Rusia. Di sana, dia juga harus mengalami kekalahan di ronde pertama melawan petinju Rusia, Natalia Shadrina, dan menduduki peringkat ke-33.
Puncak karier Khelif mulai terlihat saat dia mewakili Aljazair dalam kategori kelas ringan di Olimpiade Tokyo 2020. Meski dia harus menerima kekalahan dari petinju Irlandia, Kellie Harrington, di perempat final, kehadirannya di Olimpiade membuktikan kemampuan dan potensinya sebagai petinju wanita berbakat.
Pencapaian lebih lanjut diraih Khelif di Kejuaraan Tinju Dunia Wanita IBA 2022, di mana dia menjadi petinju wanita Aljazair pertama yang mencapai final setelah mengalahkan Chelsey Heijnen dari Belanda. Sayangnya, di final, dia harus mengakui keunggulan Amy Broadhurst dari Irlandia.
Kontroversi mulai mencuat ketika Khelif didiskualifikasi dari Kejuaraan Tinju Dunia Wanita IBA 2023. Diskualifikasi tersebut terjadi karena dia gagal memenuhi kriteria kelayakan sebelum pertarungan medali emas. Komite Olimpiade Aljazair menjelaskan bahwa alasan medis menjadi dasar dari keputusan tersebut.
Kemudian terungkap bahwa Khelif didiskualifikasi karena memiliki kadar testosteron yang tinggi, yang melebihi batas yang dianggap wajar untuk seorang atlet wanita. Selain itu, pengujian DNA menunjukkan bahwa Khelif memiliki kromosom XY, ciri khas yang umumnya dimiliki oleh pria. Hal ini memicu perdebatan tentang kelayakan Khelif untuk berkompetisi di kategori wanita.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Imane Khelif bukanlah seorang transgender. Dia memiliki kelainan perkembangan seks (Disorders of Sex Development/DSD), yang menyebabkan beberapa wanita memiliki kromosom XY dan kadar testosteron yang lebih tinggi dibandingkan wanita pada umumnya.
Di Aljazair, negara yang diwakilinya, identitas transgender dilarang, dan perubahan jenis kelamin pada dokumen identitas tidak diizinkan. Kondisi Khelif ini menambah kerumitan dalam pengaturan kategori gender dalam olahraga.
Dalam menghadapi keputusan IBA, Khelif sempat mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga, namun kemudian dia menarik bandingnya, sehingga keputusan IBA menjadi mengikat secara hukum. Pada 2024, IBA menyatakan bahwa Khelif dan beberapa atlet lainnya “tidak menjalani pemeriksaan testosteron tetapi menjalani tes terpisah dan diakui, di mana hal-hal spesifiknya tetap dirahasiakan.”
Meskipun demikian, Komite Olimpiade Internasional (IOC) memberikan lampu hijau bagi Khelif untuk berkompetisi di Olimpiade 2024. IOC menggunakan aturan yang berbeda dengan IBA dan memastikan bahwa Khelif mematuhi semua persyaratan dan peraturan medis yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. IOC juga mencatat bahwa Khelif adalah seorang perempuan berdasarkan paspornya, dan kasus ini bukanlah “masalah transgender.”
Kehadiran Imane Khelif di Olimpiade 2024 semakin menarik perhatian ketika dia berhasil mengalahkan Angela Carini dari Italia dalam waktu singkat. Kemenangan ini terjadi setelah Carini memutuskan untuk mundur dari pertarungan dengan alasan rasa sakit yang hebat di hidungnya.
Reem Alsalem, pelapor khusus PBB untuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, turut menyuarakan keprihatinannya terhadap pertarungan ini. Melalui media sosial, Alsalem mencuit bahwa Angela Carini mengikuti nalurinya dan memprioritaskan keselamatan fisiknya, namun dia dan atlet perempuan lainnya seharusnya tidak mengalami kekerasan fisik dan psikologis berdasarkan jenis kelamin mereka.
Setelah kemenangan kontroversial ini, Imane Khelif dijadwalkan untuk bertarung melawan Luca Hamori dari Hungaria di perempat final kategori Kelas 66 kg putri pada 3 Agustus 2024. Pertarungan ini akan menjadi ajang pembuktian bagi Khelif untuk menunjukkan kemampuannya sebagai petinju profesional, di tengah berbagai kontroversi dan perdebatan yang menyertainya.
Imane Khelif telah menjadi simbol dari perdebatan yang lebih luas tentang inklusi dan keadilan dalam dunia olahraga. Kehadirannya di Olimpiade 2024 menjadi cerminan dari tantangan dan dilema yang dihadapi oleh komunitas olahraga internasional dalam mengakomodasi atlet dengan kondisi unik seperti DSD.
Di tengah berbagai kontroversi, satu hal yang pasti adalah Imane Khelif telah menorehkan namanya dalam sejarah olahraga dengan keberanian dan keteguhannya untuk bersaing di level tertinggi. Pertarungan selanjutnya akan menentukan apakah Khelif dapat melanjutkan perjalanannya di Olimpiade 2024 atau tidak, namun yang jelas kisahnya akan terus dikenang dan dibicarakan. (*)