batampos – Liga 1 2022–2023 rencananya kembali diputar pada 25 November. Meski baru sebatas wacana dan bisa saja berubah, kabar tersebut menjadi angin segar bagi para klub. Mereka jadi tahu harus sampai kapan menanti kepastian.
Namun, di balik kegembiraan, ada efek lain yang bisa menyiksa para pemain. Saat ini, Liga 1 baru berjalan 11 pekan.
Sementara itu, sesuai jadwal, Liga 1 harus selesai pada April supaya tidak mengganggu program tim nasional Indonesia tahun depan. Artinya, masih ada 23 pertandingan yang harus dijalani dalam waktu lima bulan. Imbasnya, jadwal pertandingan akan berjalan padat merayap.
Sampai kemarin, PSSI maupun PT Liga Indonesia Baru (LIB) belum menentukan format yang dipakai untuk melanjutkan kompetisi.
Anggota Komite Eksekutif PSSI yang juga Ketua Tim Investigasi PSSI untuk tragedi Kanjuruhan Ahmad Riyadh menyebut, format kompetisi akan ditentukan setelah kunjungan Presiden FIFA Gianni Infantino. Rencananya, Gianni akan berkunjung ke Indonesia pada 18 Oktober.
”Setelah presiden FIFA bertemu Presiden Joko Widodo, kami baru akan memutuskan formulasinya. Semoga (format kompetisi yang digunakan, Red) indah,” ujar pria yang juga ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Timur tersebut kepada Jawa Pos.
Meski belum ada keputusan dari federasi, klub-klub mulai berhitung agar kompetisi bisa selesai tepat waktu. Chief Operating Officer (COO) Bhayangkara FC Kombespol Sumardji mengatakan, salah satu cara agar Liga 1 bisa selesai April adalah kembali ke format musim lalu. Yakni, bermain dengan sistem series.
Tahun lalu, Liga 1 digelar dengan lima series. Seri pertama dimainkan di Jabodetabek. Seri kedua dan ketiga dimainkan di Jawa Tengah-Jogjakarta. Lalu, seri keempat dan kelima diselenggarakan di Bali.
”Menurut saya itu solusi tepat. Sebab, murah biaya. Dan, keamanan serta keselamatan bisa dijamin,” tutur mantan Kapolresta Sidoarjo itu.
Direktur Utama PSS Sleman Andy Wardhana Putra setuju dengan pemikiran Sumardji. Lima bulan dan harus menjalani 23 pertandingan dinilai terlalu padat.
”Mungkin solusi alternatifnya bisa digelar dengan sistem sentralisasi di sebuah kota. Lalu, dipindah lagi ke kota lain. Kami harus sama-sama berhitung,” terang Andy.
Fullback kanan sekaligus kapten tim Persis Solo Eky Taufik Febrianto punya pendapat lain. Menurut dia, Liga 1 lebih bagus jika tetap dimainkan dengan format home-away.
”Musim lalu sudah home tournament dan tanpa penonton. Musim ini senang karena sudah bisa bertanding dengan penonton. Jadi, lebih enak format kandang-tandang,” ucap pemain yang musim lalu dipinjamkan ke Bali United itu melalui pesan singkat.
Tapi, lanjut Eky, jika kompetisi tetap harus selesai sesuai target, mengubah format kompetisi dari home-away menjadi tersentralisasi di sebuah kota bisa menjadi solusi tepat.
”Format itu lebih efisien. Sebab, situasi sekarang sedang emergency. Tidak diduga-duga. Jadi, home tournament bisa jadi salah satu solusi,” tegas Eky.
Pelatih Persebaya Aji Santoso juga sependapat dengan Eky. Menurut dia, tidak ada masalah jika kompetisi dilanjutkan tetap dengan format home-away seperti awal musim ini. ’’Dengan penonton juga tidak ada masalah,’’ tuturnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PSS Andy Wardhana Putra menegaskan, kompetisi boleh jalan jika semua permasalahan dalam tragedi Kanjuruhan selesai.
Menurut dia, Super Elang Jawa jadi salah satu tim yang mendukung total evaluasi atas tragedi yang menewaskan 132 orang tersebut. ’’Karena ini masalah kemanusiaan,’’ katanya.
Dia berharap peristiwa memilukan itu bisa dijadikan momentum. Klub, suporter, dan federasi bisa berkomunikasi demi sepak bola Indonesia lebih baik di masa depan. ’’Jadi, harus jadikan ini momentum yang positif,’’ ucapnya.
Andy menambahkan, ditundanya kompetisi hingga akhir November jadi keuntungan bagi PSS. Bagus Nirwanto dkk punya banyak waktu untuk berlatih. ’’Dengan break ini, kami bisa berbenah dan persiapkan tim lebih baik,’’ ujarnya.
Di sisi lain, Madura United ingin kompetisi segera berlanjut. Tapi, tentu saja dengan syarat. ’’Madura United tidak mau kompetisi diputar sebelum adanya keputusan resmi dari tim pencari fakta,’’ kata Direktur PT Polana Bola Madura Bersatu (PBMB) Zia Ul Haq kepada Jawa Pos.
Kalaupun berjalan, Zia tidak mau kompetisi bergulir asal-asalan. Harus ada perubahan yang diberikan oleh FIFA dan PSSI. Mulai dari jadwal hingga perbaikan stadion.
’’Jangan hanya terpaku pada kompetisi ini harus diputar. Tapi juga harus ada perbaikan pada tatanan kompetisi itu sendiri. Regulasi bagaimana? Saya rasa FIFA dan PSSI lebih tahu,’’ tambahnya.
Cuma, kompetisi yang mandek sampai dua bulan cukup memberatkan klub. Zia sebenarnya tidak mau sambat.
’’Tapi, ternyata apa yang dirasakan Madura United juga diderita klub lain,’’ katanya. Yang paling dikeluhkan tentu saja pengeluaran klub. Selama kompetisi mandek, tim masih harus berlatih. Gaji pemain juga terus dibayar.
Zia menilai hal itu membuat klub harus pandai-pandai menghitung pengeluaran. Karena itu, dia berharap ada bantuan yang diberikan kepada klub. Apalagi, klub baru saja bangkit setelah pandemi Covid-19.
’’Sambil menunggu kompetisi, apa salahnya kalau pemerintah memberi subsidi kepada klub? Apalagi, Presiden Jokowi sudah tegas menyampaikan juga agar seluruh stadion dilakukan audit,’’ beber Zia.
Jika diaudit, tentu saja klub harus siap-siap merogoh kocek lagi. Kalau stadion dianggap belum memenuhi syarat, tentu klub harus melakukan perbaikan. Padahal, pengeluaran klub sudah membengkak akibat kompetisi mandek.
’’Madura United bergantung pada kontrak dari sponsor. Kami bergantung dari kegiatan sepak bola itu sendiri. Semoga keluhan kami didengar oleh pemerintah,’’ pungkas pria asli Pamekasan itu. (*)
Reporter: JPGroup