Sudah sepuluh tahun ini Dwi Kristiawan merantau ke India. Dia menjadi pelatih bulu tangkis tim nasional negara tersebut. Belum ada keinginan pulang. Dia malah betah dan penasaran ingin mengantar skuad ganda India menembus Olimpiade Paris 2024.
—
”Kalau saya sih mengalir aja. Selama masih dipercaya di sana, ya saya jalani,” ucap Dwi saat ditemui Jawa Pos di area Mix Zone Indonesia Open 2021.
Saat itu, Jawa Pos menanyakan ke pria asal Solo itu. Yakni, soal rencana kembali menjadi pelatih di Indonesia. Juga kenapa dia begitu betah melatih India yang dikenal kerap ganti-ganti pelatih asing.
Dwi mengaku bahwa dirinya masih di sana sampai tiga tahun mendatang. Sebab, dia sudah diberi target baru oleh Federasi Bulu Tangkis India (BAI). Yakni, meloloskan pasangan ganda dari negara tersebut ke Olimpiade Paris 2024.
Sepeninggal Flandy Limpele yang mundur dari jabatan pelatih ganda India tahun lalu, negara tersebut sampai saat ini masih kekurangan pelatih di sektor ganda. Pria 41 tahun itu kini ditemani dua pelatih lain menangani sektor tersebut. Semuanya dari Indonesia. Yakni, Namrih Suroto dan Miftah.
Dwi sebetulnya juga bukan pelatih spesialis ganda. Tapi, karena India kekurangan tenaga pelatih, Dwi harus banting setir dari sektor tunggal menjadi pelatih ganda. Lagi-lagi, semua itu berawal dari Flandy yang ditunjuk sebagai pelatih ganda India pada 2019. Saat itu, Flandy meminta bantuan Dwi bergabung di sektor ganda.
Saat masih melatih di tunggal, Dwi ikut memoles para pebulu tangkis andalan India di sektor itu. Misalnya, mantan ranking pertama dunia Saina Nehwal. Juga andalan tunggal putri India saat ini. Yakni, pemilik dua medali Olimpiade, Pusarla V. Sindhu.
”Kehadiran pelatih Indonesia seperti Dwi sangat membantu. Kami mendapat banyak masukan terkait sudut pandang-sudut pandang berbeda dalam pertandingan. Itu sangat penting untuk menambah wawasan kami,” ucap Sindhu.
Untuk mengisi kekurangan pelatih ganda saat ini, Dwi bersama para pemain ganda India sudah mengusulkan satu nama pelatih lain asal Indonesia ke BAI.
Namun, karena negosiasi masih berjalan, dia enggan mengungkap pelatih baru yang akan diboyong ke India tersebut. ”Tinggal nunggu keputusan dari pengurus federasi aja,” ucap mantan pemain jebolan PB Djarum Kudus tersebut.
Sebagai pelatih asing, Dwi menyebut dirinya harus pandai-pandai membawa diri. Salah satu cara yang dipakai untuk mendekati pemain adalah dengan sering mengajak mereka ngobrol di luar jam latihan.
Cara lain agar dia mendapatkan hati anak asuhnya adalah sering mengajak mereka makan bersama saat hari libur latihan. Biasanya, dia menjadwalkan sebulan dua kali hang out makan bareng atlet-atletnya. ”Pintar-pintar kita ngemong lah. Nanti mereka terbuka-terbuka sendiri,” ucap pria 41 tahun tersebut.
Sebagai perantau, ada kalanya juga Dwi kangen keluarga di tanah air. Dari BAI, Dwi hanya diberi jatah pulang satu tahun dua kali. Selain itu, biasanya jika setelah menjalani turnamen di Indonesia seperti di Bali ini, dia lanjut mengambil cuti untuk menemui keluarganya di Solo.
Sebetulnya, pada 2018, Dwi sempat memboyong istrinya, Ratna Eva Marfita, beserta tiga anaknya tinggal di Hyderabad, India. Namun, setelah sepuluh bulan, sang istri lebih memilih kembali ke Solo.
”Saat itu anak sudah waktunya sekolah. Kami ingin mereka tetap sekolah di Indonesia,” ucap pria kelahiran Singosaren tersebut.
Dwi sendiri tidak mengira rezekinya datang dari negeri orang. Padahal, jauh sebelum itu, saat masih aktif sebagai atlet, Dwi kerap tampil di berbagai kejuaraan nasional.
Kali terakhir dia tampil adalah di PON Samarinda 2008. Saat itu dia membela Papua. Langkahnya terhenti di delapan besar oleh pasangan Jawa timur Bambang Suprianto/Toni Gunawan. ”Istilahnya dulu saya ini pemain bayaran. Main ke sana kemari,” ucapnya.
Saat mengingat awal datang ke India pada 2012, Dwi sempat kesulitan dengan makanan. Dia tidak doyan dengan masakan India. Akhirnya, selama dua tahun pertama tinggal di sana dia memilih masak sendiri.
Bahan-bahan bumbu dapur khas Indonesia dia boyong jika sedang pulang ke tanah air. ”Saat itu belum ada ASEAN market di sana. Lengkuas, serai, Masako (penyedap rasa, Red), saya bawa dari Indonesia,” ucapnya.
Kini, Dwi tidak hanya memoles pemain-pemain bulu tangkis senior India. Dia juga diberi tugas membagi ilmu kepada pelatih-pelatih lokal di negara tersebut. Salah satunya, berbagi cara menyusun program latihan.
Dia juga menangani tim junior India. Dengan makin banyaknya masyarakat India yang meminati bulu tangkis, Dwi mengaku tugasnya kini lebih mudah. Sebab, pemain-pemain junior India kini hanya fokus bermain di satu sektor.
”Idealnya kan memang begitu. Dulu ndak bisa karena masih kekurangan pemain. Sekarang yang junior-junior semua cuma main di satu nomor,” ucapnya. (*)
Reporter: JPGroup