batampos – Xavi Hernandez memutuskan untuk meninggalkan kursi kepelatihan Barcelona akhir musim ini. Keputusan itu diambil pasca kekalahan memalukan Barcelona atas Villareal 3-5 pada Minggu (28/1) dini hari.
Keputusan itu dibuat setelah dia mendapatkan hasil minor dalam 5 pertandingan terakhir, dimana eks pemain Barcelona itu mengalami 3 kekalahan.
Sebelum Villarreal, Real Madrid dan Atletico Bilbao adalah dua klub yang mempermalukan Blaugrana sekaligus memupuskan harapan mereka untuk meraih gelar Super Copa dan Copa Del Rey.
Sejak ditunjuk sebagai manajer pada November 2021 lalu, Xavi berhasil mengembalikan kejayaan Barcelona dengan merengkuh trofi Liga Spanyol dan Piala Super Spanyol di musim 2022/2023.
Meskipun telah merombak skuad untuk memperkuat timnya, Robert Lewandowski dkk tampak mengalami inkonsistensi performa sepanjang musim ini.
Berbagai hasil kurang memuaskan di setiap pertandingan membuat posisi Xavi sebagai pelatih terancam.
Puncaknya, ketika drama hujan 8 gol terjadi di Lluis Companys Olympic Stadium pada Minggu tadi, Xavi membulatkan tekad untuk pergi dari tim yang membesarkan Namanya akhir musim 2023/2024 ini.
Dengan sudah dipastikannya kepergian sang pelatih, Barcelona harus bergerak cepat untuk mengamankan kursi kepelatihan yang kosong untuk mengarungi musim 2024/2025 mendatang.
Namun, ada masalah besar yang harus dihadapi klub Catalan tersebut, yakni kondisi finansial mereka yang sedang terpuruk. Akibatnya, mereka hanya bisa merekrut juru taktik yang bergaji kecil untuk mengurangi beban keuangan mereka.
Lantas, siapa saja daftar manajer yang berpotensi akan berlabuh di Camp Nou musim depan? Berikut daftar 5 calon suksesor Xavi Hernandez di Barcelona yang dirangkum JawaPos.com.
Michel (Girona)
Mengingat situasi keuangan Barcelona yang sedang tidak stabil, maka pilihan paling realistis diantara daftar pelatih yang tersedia di bursa transfer adalah Michel.
Sebagai pelatih yang tahu luar dalam La Liga dengan baik, dia dikenal sebagai juru taktik yang bisa beradaptasi dengan sempurna. Dia bahkan cukup familiar dengan budaya Catalan, mengingat saat ini dia sedang melatih di klub Girona.
Tanpa memiliki anggaran besar, dia sukses membangun tim yang solid sekaligus menampilkan permainan sepakbola atraktif di kasta tertinggi Liga Spanyol. Buktinya, 51 gol Girona yang dicetak di La Liga merupakan yang paling produktif kedua di lima liga top Eropa. Mereka hanya kalah atas Bayern Munich yang mencetak 56 gol di Bundesliga Jerman.
Racikan taktik Michel juga sukses menumbangkan berbagai klub raksasa La Liga musim ini. Kemenangan tandang 4-2 atas Barcelona bulan lalu merupakan hasil nyata dari tangan dingin pria berusia 48 tahun itu.
Tak hanya piawai di dalam lapangan, Michel juga cerdas dalam mengatasi permasalahan skuadnya. Meski beberapa pemain pilarnya direbut klub-klub besar, namun dia bisa mengatasi problem tersebut dengan mendatangkan pemain-pemain yang potensial.
Eric Garcia dan Pablo Torre adalah dua contoh konkret bahwa dia bisa menyulap mereka untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya di Girona. Kemampuan tersebut jelas dibutuhkan Blaugrana pasca era kepelatihan Xavi.
Thiago Motta (Bologna)
Meskipun ketersediaan bursa transfer pelatih tidak banyak, Barcelona tetap harus mencari satu juru taktik dengan performa terbaik di Eropa, dimana hal itu cocok dengan pelatih Bologna, Thiago Motta.
Eks pemain Barcelona ini telah mengabdikan diri bersama sang Catalan selama delapan tahun dan saat ini sedang menikmati masa kepelatihannya di klub Italia, Bologna. Selama berkarir di sana, dia berhasil meramu Bologna menjadi salah satu tim paling menarik perhatian di Serie A karena menggunakan gaya bermain penguasaan bola.
Meski memiliki karir yang cukup cerah, awal kepelatihan Motta sempat mengalami masa sulit. Dia dipecat Genoa setelah dua bulan direkrut.
Namun ia dapat bangkit dengan membawa Bologna finis peringkat kesembilan musim lalu, dimana hasil itu merupakan rekor tertinggi klub di Serie A sejak 11 tahun terakhir. Musim ini mereka cukup nyaman bertengger di urutan ketujuh, dan hanya terpaut dua poin untuk lolos ke Liga Europa.
Gaya bermain revolusionernya telah mengangkat performa Bologna di Serie A. Selain klub yang dilatih Motta, hanya dua tim Napoli dan Fiorentina yang memiliki rata-rata penguasaan bola lebih banyak di Serie A musim ini.
Mengendalikan permainan, memancing lawan dengan permainan penguasaan bola yang konsisten dan berani, sebelum kemudian menyerang dengan cepat ketika melihat kesempatan terbuka membuat Bologna sekilas mirip dengan gaya bermain Barcelona yang berbasis possession ball.
Rafael Marquez (Barcelona Athletic)
Eks bek Barcelona, Rafael Marquez adalah rekan setim Xavi dan Deco di Camp Nou. Dia dikenal sebagai sosok yang dihormati di kalangan petinggi klub. Saat ini dia sedang melatih Barcelona Athletic (Barcelona B) yang sedang bertengger di urutan ketujuh di divisi ketiga Spanyol.
Pertama kali dipekerjakan pada Juli 2022 lalu, pria 44 tahun itu memiliki hubungan baik dengan Laporta. Musim lalu, anak asuh Marquez berhasil mencapai semifinal playoff untuk promosi ke divisi kedua. Sayangnya timnya kalah dari tim B Real Madrid dalam pertandingan dua leg.
Meski memiliki hubungan yang baik dengan klub dan bisa bermain sesuai keinginan Barcelona, nampaknya kemampuan Marquez masih terlalu dini untuk bisa melatih tim besar sekelas Blaugrana.
Dilansir dari The Athletic, sebuah sumber dari klub menggambarkan bahwa Marquez adalah satu-satunya kandidat yang kemungkinan besar dipilih untuk menggantikan Xavi apabila kondisi Barcelona semakin terpuruk.
Francisco Javier Garcia Pimienta (Las Palmas)
Salah satu pelatih La Liga yang cocok untuk pengganti Xavi dengan ‘DNA Barca’ adalah juru taktik Las Palmas, Garcia Pimienta. Sejak dipromosikan musim lalu, dia berhasil menyulap klub kepulauan Canary ini menjadi salah satu klub paling efisien di Spanyol.
Meski memiliki budget kedua terendah di Liga, namun mereka bisa survive dan bersaing di papan tengah. Bahkan musim ini, mereka sedang berjuang untuk memperebutkan satu slot kualifikasi kompetisi Eropa.
Tim besutan Garcia Pimienta ini memiliki identitas dan cara bermain yang jelas, berdasarkan ilmu yang sudah dipelajari oleh pria berusia 49 tahun itu selama hampir tiga dekade di Barca. Sebelum melatih di Las Palmas, Garcia sudah merasakan ‘DNA Barca’ sejak menjadi pemain hingga menjadi pelatih di akademi muda La Masia.
Selama berkarir disana, Pria asal Spanyol ini telah mendapatkan banyak pujian atas prestasi dan kesuksesannya. Diantaranya gelar UEFA Youth League 2019 (U-19) dan membantu mengawasi perkembangan Lionel Messi muda maupun Ansu Fati muda.
Meski banyak pihak yang optimis dengan masa depannya untuk melatih Catalan, namun sang presiden klub, Laporta punya rencana tersendiri. Dia mendepak Garcia dari Barcelona Atletic (Barcelona B).
Dikenal sebagai pelatih yang suka mengorbitkan pemain muda, Garcia jelas-jelas akan menyulap deretan wonderkid Barca seperti Gavi, Lamine Yamal hingga Pau Cubarsi agar bisa bersaing di level tertinggi.
Dengan pemilihannya sebagai manajer Barcelona di masa depan, Garcia punya misi yang jelas, yakni mengembalikan filosofi klub untuk melahirkan pemain-pemain berkelas dunia.
Pep Guardiola (Manchester City)
Apabila Barcelona ingin mendapatkan manajer kelas dunia dan meminta pendapat para penggemar, sudah jelas bahwa nama pertama yang akan mereka sebut adalah Pep Guardiola.
Pria 53 tahun itu sudah terbukti menjadi salah satu legenda hidup Barcelona. Tumbuh sebagai pemain sekaligus pelatih, dialah yang membentuk tiki-taka Barcelona menjadi permainan mematikan yang membawa mereka ke puncak kejayaan dari 2008 hingga 2012.
Meski sudah melalang buana sebagai juru taktik Bayern Munich dan sekarang di Manchester City, dia nampaknya punya keinginan untuk bereuni kembali ke klub yang telah membesarkan namanya.
“Jika saya melatih di sini atau di mana pun, atau saya menjadi asisten pelatih, dan (ketika) Barca memanggil saya, saya akan pergi. Itu klub saya,” terang Guardiola pada Januari tahun lalu
Kesuksesannya di La Liga tetap dia lanjutkan di Bundesliga dan Liga Primer Inggris. Dengan semakin dominannya City, termasuk meraih treble dan Liga Champions yang pertama untuk klub, bukan tidak mungkin apabila Guardiola merasa bosan dengan kondisinya di Inggris dan ingin mencari tantangan lain.
Meski begitu, nampaknya akan sulit membujuk pelatih berkepala plontos itu kembali ke Catalan karena dia masih Bahagia di kota Manchester setelah tinggal disana selama delapan tahun.(*)