batampos – Persaingan di tunggal putra pada ajang BWF World Tour Finals 2022 bakal menarik. Pasalnya, delapan atlet yang tampil begitu beragam.
Mulai pemain senior juara Olimpiade seperti Viktor Axelsen dan andalan Taiwan Chou Tien-chen, lalu ada atlet yang di sepanjang 2022 tampil menanjak seperti Prannoy H.S, juara dunia 2021 Loh Kean Yew, hingga atlet baru yang mulai bersinar seperti Kodai Naraoka (Jepang) dan Lu Guang Zu (Tiongkok).
Indonesia sendiri meloloskan dua wakil di tunggal putra, alias jumlah maksimal. Yaitu, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie di ajang yang berlangsung di Nimibutr Arena, Bangkok, Thailand, pada 7–11 Desember.
Baca Juga: Kalahkan Uruguay 2-0, Portugal Melaju ke 16 Besar
Berdasar rekor pertemuan dengan lawan, Ginting maupun Jojo –sapaan Jonatan– memiliki hasil beragam. Ginting, misalnya. Pemain kelahiran Cimahi itu memiliki rekor unggul atas Chou (8-6), Kodai (2-0), dan Lu (3-0); imbang dengan Jojo (3-3) dan Loh (2-2), serta kalah head-to-head oleh dua atlet Axelsen (4-10) dan Prannoy (1-2).
Sedangkan Jojo memiliki rekor 4-1-2. Empat unggul atas Prannoy (6-3), Chou (6-4), Loh (5-0), dan Lu (3-0). Satu imbang dengan Ginting (3-3) dan dua kalah oleh Axelsen (2-6) dan Kodai (1-2).
Ginting tak menampik persaingan bakal ketat. Ambisinya untuk menjadi tunggal putra pertama asal Indonesia yang menjadi juara tak akan mudah. Ya, sejak dimulai pada 2018, belum ada wakil Indonesia yang menjadi juara tunggal putra.
Podium tertinggi diduduki wakil Tiongkok Shi Yuqi (2018), Kento Momota (2019), Anders Antonsen (2020), dan Axelsen (2021). Nama terakhir satu-satunya sang juara yang bakal tampil di edisi kali ini.
Baca Juga:Â Sikat Swiss, Brasil Lolos 16 Besar dan Catat Sejarah Penting Piala Dunia
Ginting bakal mewaspadai persaingan ketat antar peserta. Belum lama ini dia mendapat pengalaman saat bersitegang di lapangan dengan Chou saat final di Hylo Open. Saat itu Ginting menang dengan skor ketat 2-1 (18-21, 21-11, 24-22).
Saat itu terjadi insiden kontroversial. Tepatnya pada reli yang menghasilkan poin 23-22 bagi keunggulan Ginting pada game ketiga. Umpire alias wasit lapangan memberikan poin fault. Sedangkan Chou tak merasa demikian dan pertandingan sempat tertunda.
Hal-hal semacam itulah yang coba diantisipasi oleh Ginting. ’’Ya, menurut saya normal bakal kejadian di match berikutnya. Paling disesali ya mungkin di poin-poin akhir itu, pas deuce. Karena gimana ya, ya mungkin wasit ngeliatnya foul atau gimana,’’ bebernya.
Pengalaman dirugikan wasit juga pernah dirasakannya saat di Hongkong Open 2019 saat melawan wakil tuan rumah Lee Cheuk Yiu. Kejadian kontroversial tersebut terjadi di poin kritis saat kedudukan 20-21. Di mana, poin penyelamat Ginting yang diharapkan bisa memperpanjang napasnya untuk kembali berjuang meraih gelar malah dinyatakan fault oleh wasit.
Baca Juga: Konflik dengan Pelatih, Kiper Utama Kamerun Ditendang dari Skuad Piala Dunia
’’Kondisinya poinnya ketat juga, deuce-deuce-an. Normal sih pemain ekspresi begitu (kecewa jika dianggap dirugikan), apalagi di final dan sempat kejar-kejar dari ketinggalan jauh,’’ ucapnya.
Karena itu, mental tersebut sudah disiapkannya. Selain itu, hal kecil yang tak kalah penting adalah adaptasi dengan shuttlecock. Sebab, kondisi itu bakal memengaruhi strategi di lapangan. ’’Mesti siapkan, kalau shuttlecock lambat seperti apa (strategi) dan cepat seperti apa,’’ ujarnya.
Saat ini menu latihan yang dijalani tak lepas dari evaluasi saat tampil di tur Eropa. Mulai Denmark Open, French Open, hingga Hylo Open. Di antaranya latihan improve kelebihan dan memperbaiki kelemahan. ’’Jadi nanti di WTF bisa maksimal,’’ paparnya. (*)
Reporter: JPGroup