Senin, 25 November 2024

Rekomendasi TGIPF: Ketum PSSI dan Seluruh Anggota Exco Patut Mundur

Berita Terkait

Jokowi berbincang dengan para anggota TGIPF di Istana Negara, Jakarta, kemarin. (SETPRES)

batampos – Salah satu hasil kerja Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, mereka merekomendasikan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dan jajaran exco (executive committee atau komite eksekutif) untuk mundur.

Itu merupakan bentuk tanggung jawab secara moral, etik, dan budaya adiluhung atas terjadinya insiden yang memakan korban ratusan orang tersebut.

”Dari jumlah itu, 132 orang meninggal dunia, lalu 96 orang luka berat dan 484 orang luka sedang serta ringan. Sebagian dari korban selamat itu bisa saja mengalami dampak yang berkepanjangan,” kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, setelah menyerahkan laporan hasil kerja TGIPF yang dipimpinnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jumat (14/10).

Desakan kepada Iwan Bule, sapaan akrab ketua umum PSSI, menggaung sejak awal tragedi yang terjadi seusai laga antara Arema FC versus Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, itu. Ada petisi online yang telah diteken ribuan orang.

Sementara itu, Exco PSSI beranggota 15 nama yang terdiri atas 3 ketua dan 12 anggota. Tiga ketua terdiri atas Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, Wakil Ketua Umum PSSI Iwan Budianto, dan Cucu Somantri. Sedangkan para anggotanya adalah Yoyok Sukawi, Dirk Soplanit, Endri Erawan, Haruna Soemitro, dan Hasnuryadi Sulaiman. Juga Juni Rahman, Pieter Tanuri, Sonhadji, Ahmad Riyadh, Hasani Abdul Gani, Yunus Nusi, serta Vivin Cahyani.

Dalam Statuta PSSI Pasal 37 disebutkan, salah satu tugas exco adalah mengambil keputusan atas seluruh kasus yang bukan merupakan lingkup tanggung jawab kongres atau yang tidak diberikan kepada badan lain yang diatur dalam Statuta PSSI dan mempersiapkan dan meminta untuk diadakan kongres biasa dan kongres luar biasa PSSI.

Laporan TGIPF itu tersusun secara detail dalam dokumen setebal 124 halaman. Bagian akhir laporan tersebut memuat soal kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dan rekomendasi itu ditujukan untuk PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), panitia pelaksana, security officer (SO), aparat keamanan, dan suporter.

Mahfud menyatakan, laporan TGIPF itu akan diolah Presiden Jokowi untuk menghasilkan kebijakan penataan sepak bola yang lebih baik ke depan. ”Fakta yang kami temukan, proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan daripada yang di TV atau medsos (media sosial),” katanya.

Informasi tersebut dikumpulkan dari rekaman 32 unit CCTV yang dimiliki petugas kepolisian. Ada suporter yang sejatinya bisa keluar. Tapi, dia kembali menyelamatkan temannya, lalu terjebak dan terinjak-injak, kemudian meninggal. Ada juga yang sejak awal tidak bisa keluar dan terinjak-injak hingga meninggal. Dan sejumlah kondisi tragis lainnya.

Dia menegaskan, kondisi tersebut dipastikan terjadi karena desak-desakan setelah ada tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Tim sedang melakukan kajian lebih lanjut soal kandungan gas air mata dan tingkat kebahayaannya. Upaya itu dilakukan dengan melibatkan ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Meskipun begitu, Mahfud menegaskan bahwa apa pun hasil penelitian di laboratorium BRIN tersebut tidak mengubah hasil laporan TGIPF. Bahkan, hasil penelitian itu tidak akan mengubah fakta bahwa kematian massal di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober tersebut dipicu tembakan gas air mata. ”Hasil pemeriksaan kami, semua pihak menghindar dari tanggung jawab. Semua berlindung pada kontrak formal yang sah,” tutur Mahfud.

Dia menegaskan, pada tragedi Kanjuruhan itu, tidak hanya ada tanggung jawab hukum. Ada juga tanggung jawab moral. Sebab, kejadian itu sudah mengakibatkan korban jiwa pada masyarakat.

Di sisi lain, dari lima prajurit yang diperiksa terkait dengan tragedi Kanjuruhan, Komandan Pusat Polisi Militer TNI-AD (Puspomad) Letjen TNI Chandra W. Sukotjo memastikan bahwa pihaknya telah menetapkan seorang tersangka. ”Betul, (tersangka prajurit) yang nendang (suporter),” ungkapnya kemarin.

Berdasar informasi Chandra, prajurit tersebut berpangkat serda dengan inisial TBW. Yang bersangkutan disangka melanggar pasal penganiayaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ”Pasal 351 KUHP,” kata Chandra sembari menambahkan bahwa ancaman hukuman maksimalnya penjara 2 tahun 8 bulan. (*)

 

 

Reporter: JPGroup

Update