batampos – Ada anak kecil yang menangis histeris di tengah keharuan keluarga. Ada bapak yang seperti kesurupan saking gembiranya. Dan, ada kemeriahan anak-anak muda yang menonton bersama di kafe.
Beragam ekspresi kegembiraan publik di tanah air saat Indonesia memastikan lolos ke final Piala AFF 2020 itu ternyata berdampak besar bagi para pemain. Jelang menghadapi Thailand dalam final leg pertama malam nanti, motivasi mereka tersuntik.
“Saya dan teman-teman benar-benar emosional menonton respons masyarakat Indonesia,” kata Egy Maulana Vikri, salah seorang penggawa Indonesia, dalam jumpa pers virtual kemarin (28/12).
Senjata motivasi dan mental bertanding itu penting untuk memasukkan Thailand yang di atas kertas lebih superior dalam teknik dan pengalaman. Tim asuhan Alexandre Polking itu baru kebobolan sekali sejak fase grup sampai selesainya dua leg semifinal dan mencetak 12 gol. Adapun Indonesia telah tujuh kali kemasukan dalam kurun yang sama, meski itu juga diimbangi dengan produktivitas 18 gol memasukkan.
Gajah Perang –julukan Thailand– juga selalu juara dalam lima kesempatan melaju ke final Piala AFF. Termasuk mengalahkan Indonesia dalam partai puncak edisi 2002 dan 2016. Sedangkan Garuda –julukan Indonesia– yang ditangani Shin Tae-yong (STY) sebaliknya: selalu terjungkal dalam lima final sebelumnya.
Itu jelas beban mental yang tidak ringan. Sampai sebagian orang menyebutnya sebagai “kutukan”. Karena itu pula, STY mengaku, sejak awal turnamen, mental pemain dia garap betul.
“Di final kami tentu juga akan menyiapkan mental pemain secara kuat dan suasana yang baik di dalam tim,” beber STY dalam jumpa pers yang sama kemarin.
Baca Juga: Lawan Thailand, Timnas Indikasikan bakal Bermain Menyerang
Suasana yang rileks, ceria, tapi tetap fokus itulah yang berusaha diciptakan STY. Dan, melihat video-video di ruang ganti setelah memastikan kemenangan atas Singapura di semifinal kedua Sabtu (25/12), kebersamaan di dalam tim itu terlihat sekali.
Lihat bagaimana STY yang terkenal sangat disiplin dan selalu tampak tegang di pinggir lapangan larut berjoget dan menyanyi. Dia juga tampak menikmati ketika ada yang mengguyur kepalanya.
“Itu bentuk ucapan terima kasih dan selamat saya kepada para pemain. Ini tim muda yang mayoritas pemainnya belum pernah merasakan atmosfer final,” katanya.
Dengan berselebrasi serileks mungkin, STY juga ingin menjaga mood positif timnya. Sebagai skuad yang rata-rata usia pemainnya di bawah 24 tahun, dia tak mau mereka terlalu terbebani ekspektasi. Yang dia harapkan, timnya turun ke Stadion Nasional, Singapura, malam ini dengan penuh semangat dan disiplin, sembari tetap menikmati pertandingan.
“Semua ingin juara, tapi itu tidak bisa diraih hanya dengan bicara. Harus mempersiapkan diri dengan baik,” ujarnya.
STY sudah sangat sering berada dalam situasi seperti sekarang ini. Pria 51 tahun itu pernah mengantar Seongnam Ilwa Chunma menjadi juara Liga Champions Asia 2010 setelah menekuk klub asal Iran, Zob Ahan (3-1). Dia juga membawa Korea Selatan menjuarai EAFF Championship 2017 (Piala AFF-nya Asia Timur).
Yang paling dikenang orang, STY mengarsiteki tersingkirnya juara bertahan Jerman di fase grup Piala Dunia 2018. Korsel yang tidak diunggulkan, seperti Indonesia sekarang ini, secara mengejutkan menundukkan Jerman 2-0 di laga terakhir penyisihan grup.
Pelatih Thailand Alexandre ’’Mano’’ Polking sadar tingginya jam terbang STY dan sangat berbakatnya skuad Garuda. Kegagalan dalam lima final sebelumnya justru bisa membahayakan pasukannya karena Indonesia jadi memiliki motivasi yang berlipat.
“Kami tidak melihat satu per satu pemain, tetapi Indonesia berisi para pemain muda, selalu lari, memberikan segalanya, semua cepat, berbahaya, naik turun,” bebernya.
Karena itu, dia sudah mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan melewati dua laga final yang bakal alot. Apalagi, mereka bakal turun ke lapangan tanpa dua pilar di belakang: Chatchai Budtporm dan Theerathon Bunmathan.
Meski, di sisi lain, Indonesia juga bakal bermain tanpa bek kiri andalan, Pratama Arhan. “Kami siap membawa pulang piala kembali,” katanya.
Begitu pula seharusnya Indonesia. Dukungan sudah datang dari berbagai penjuru negeri. Kini tinggal mengejawantahkannya menjadi motivasi untuk menghadapi lawan dengan berani. (*)
Reporter: JPGroup